Peran Orang Tua dalam Mendukung Sukses Pendidikan Anak
Jum'at, 22 Februari 2013
Dan
rendahkanlah dirimu terhadap kedua (orang tua) dengan penuh kasih
sayang dan ucapkanlah, ”Wahai Rabbku, sayangilah keduanya sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku sewaktu kecil.” (QS al-Isra, 17:24)
Sehingga
apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh
tahun, dia berdoa, ” Wahai Rabbku, berilah aku petunjuk agar aku dapat
mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada
kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau
ridhai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak
cucuku. Sungguh, aku bertobat kepada-Mu dan sungguh, aku termasuk orang
muslim.” (QS al-Ahqaf, 46:15)
Ayat
pada surat al-Isra di atas menggambarkan betapa besarnya arti
pendidikan orang tua kepada anak-anak semasa mereka kecil, hingga Allah
swt mengabadikan dalam lafazh doa pada al-Quran. Sementara itu, pada
surat al-Ahqaf:15 tergambar bahwa kematangan kepribadian seorang beriman
tercermin dalam usaha dan permohonan kepada Allah agar kebaikan pada
dirinya menjadi washilah kebaikan yang akan diperoleh anak cucunya. Oleh
karenanya perhatian orang tua terhadap pendidikan anak-anak semasa
kecil menjadi sebuah kewajiban dalam ajaran Islam.
Orang
tua hendaknya memiliki pengetahuan dan visi yang shahih (benar) dan
jelas akan arah pendidikan anak. Ayat di atas memberi bekal para orang
tua agar mengarahkan pendidikan anak pada sikap bersyukur kepada Allah
dan pada perbuatan-perbuatan kebajikan (’amal shalih) yang diridhai
Allah. Visi ini harus melekat pada orang tua di tengah berbagai
tarikan-tarikan materialisme dalam tujuan kehidupan [1].
Professor
Arief Rachman mengatakan bahwa anak butuh akhlak dan watak [2]. Beliau
melihat pendidikan di Indonesia secara umum hanya menekankan aspek
kognitif (pikiran, akademis). Hal-hal yang sifatnya terukur saja.
Sementara itu, soal akhlak dan watak serta hal lain yang tidak terukur,
boleh dibilang ditelantarkan. Padahal kalau kita membaca tujuan
pendidikan dalam Undang-Undang Pendidikan, kita bisa melihat bahwa
tujuan pendidikan itu memuat juga kedua hal tersebut. Inilah yang
menyebabkan bangsa ini sulit menjadi bangsa yang besar. Korupsi masih
ada di mana-mana, sikap tidak sportif merebak di berbagai dimensi
kehidupan dan sikap-sikap negatif lainnya.
Menimbang
hal-hal di atas, makalah ini akan dibuka dengan sifat pendidik suskes
menurut arahan Nabi Muhammad saw. Kemudian dikupas secara singkat
bentuk-bentuk pelibatan orang tua dalam pendidikan anak di sekolah. Dan
pada bagian akhir disampaikan kiat-kiat orang tua dalam membangun jiwa
(kepribadian) anak yang merupakan bagian paling mendasar dalam
pendidikan.
Sifat-sifat Pendidik Sukses dalam Pengarahan Nabi saw.
Ustadz Muhammad Ibnu Abdul Hafizh Suwaid mencatat beberapa sifat pendidik sukses sebagai berikut [3]
1. Penyabar dan tidak pemarah, karena dua sifat ini dicintai Allah swt. (h.r. Muslim dari Ibnu ’Abbas)
2. Lemah lembut (rifq) dan menghindari kekerasan.
Allah
itu Maha Lemah Lembut, cinta kelemahlembutan. Diberikan kepada
kelembutan apa yang tidak diberikan kepada kekerasan dan kepada
selainnya (h.r. Muslim dari ’Aisyah). Tidaklah kelemahlembutan itu
terdapat pada sesuatu melainkan akan membuatnya indah, dan ketiadaannya
dari sesuatu akan menyebabkannya menjadi buruk. (h.r. Muslim)
3. Hatinya penuh rasa kasih sayang
Sesungguhnya
setiap pohon itu berbuah. Buah hati adalah anak. Allah tidak akan
menyayangi orang yang tidak sayang kepada anaknya. Demi Dzat yang jiwaku
di Tangan-Nya, tidak akan masuk surga kecuali orang yang bersifat
penyayang. (h.r. Ibnu Bazzar dari Ibnu ’Umar)
4. Memilih yang termudah di antara dua perkara selama tidak berdosa
Tidaklah
dihadapkan kepada Rasulullah antara dua perkara melainkan akan
dipilihnya perkara yang paling mudah selama hal itu tidak berdosa.
(Mutafaq ‘alaih)
5. Fleksibel (layyin)
Bukanlah
fleksibilitas yang berarti lemah dan kendor sama sekali, melainkan
sikap fleksibel dan mudah yang tetap berada di dalam koridor syariah.
Neraka itu diharamkan terhadap orang yang dekat, sederhana, fleksibel
(lembut) dan mudah –qariib, hayyin, layyin, sahlin- (h.r. Al Kharaiti,
Ahmad dan Thabrani)
6. Ada senjang waktu dalam memberi nasihat
Ibnu
Mas’ud hanya memberi nasihat kepada para sahabat setiap hari Kamis.
Maka ada seorang yang berkata kepada beliau, “Wahai Abu Abdur Rahman,
alangkah baiknya jika Anda memberi nasihat kepada kami setiap hari.”
Beliau menjawab, “Saya enggan begitu karena saya tidak ingin membuat
kalian bosan dan saya memberi senjang waktu dalam memberikan nasihat
sebagaimana Rasulullah lakukan terhadap kami dahulu, karena khawatir
kami bosan.” (Muttafaq ‘alaih).
Dasar
dari sifat-sifat mulia di atas adalah keshalihan orang tua. Keshalihan
orang tua ini akan memiliki pengaruh positif terhadap anak-anak. Firman
Allah, “Dan orang-orang yang beriman, Kami akan pertemukan keturunan
mereka dengan mereka. Dan Kami sedikitpun tidak akan menyia-nyiakan amal
mereka.” [QS ath-Thur, 52:21]. Mengomentari ayat ini, Ibnu ‘Abbas
berkata, “Allah akan mengangkat derajat keturunan manusia bersama orang
tuanya di Surga nanti walaupun kedudukannya tidak setinggi orang
tuanya.”
Keikutsertaan Orang Tua dalam Pendidikan Anak di Sekolah
Beberapa
peneliti mencatat bahwa keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak di
sekolah berpengaruh positif pada hal-hal berikut [4].
· Membantu penumbuhan rasa percaya diri dan penghargaan pada diri sendiri
· Meningkatkan capaian prestasi akademik
· Meningkatkan hubungan orang tua-anak
· Membantu orang tua bersikap positif terhadap sekolah
· Menjadikan orang tua memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap proses pembelajaran di sekolah
Pihak sekolah dapat menyiapkan beberapa metoda untuk dapat melibatkan orang tua pada pendidikan anak, diantaranya dengan:
· Acara pertemuan guru-orang tua
· Komunikasi tertulis guru-orang tua
· Meminta orang tua memeriksa dan menandatangani PR
· Mendukung tumbuhnya forum orang tua murid yang aktif diikuti para orang tua
· Kegiatan rumah yang melibatkan orang tua dengan anak dikombinasikan dengan kunjungan guru ke rumah
· Terus membuka hubungan komunikasi (telepon, sms, e-mail, portal interaktif dll)
· Dorongan agar orang tua aktif berkomunikasi dengan anak
Diantara
teori pendidikan menyebutkan sebuah paradigma tripartite (tiga pusat
pendidikan), yang menempatkan sekolah, keluarga dan masyarakat sebagai
tiga elemen yang tidak terpisahkan dalam proses pendidikan [5]. Dari
ketiga elemen tripartite itu, keluarga merupakan fokus utama yang harus
mendapat perhatian lebih, karena anak lebih banyak berada di rumah.
Cara Efektif Membangun Jiwa Anak
Sesungguhnya
tugas utama pendidikan anak adalah membangun jiwa mereka agar siap
menerima berbagai pelajaran dan kelak mengaplikasikan ilmu yang mereka
peroleh demi kebaikan sesama. Ustadz Muhammad mengupas pengarahan Nabi
Muhammad saw dalam membangun jiwa anak [6], sebagai berikut.
1. Menemani anak
Persahabatan
punya pengaruh besar dalam jiwa anak. Teman adalah cermin bagi temannya
yang lain. Satu sama lain saling belajar dan mengajar. Rasulullah saw
berteman dengan anak-anak hampir di setiap kesempatan. Kadang-kadang
menemani Ibnu ’Abbas berjalan, pada waktu lain menemani anak paman
beliau, Ja’far. Juga menemani Anas. Begitulah Rasulullah berteman dengan
anak-anak tanpa canggung dan tidak merasa terhina.
2. Menggembirakan hati anak
Kegembiraan
punya kesan mengagumkan dalam jiwa anak. Sebagai tunas muda yang masih
bersih, anak-anak menyukai kegembiraan. Bahkan orang tua merasakan
kegembiraan dengan riangnya mereka. Oleh karena itu, Rasulullah saw
selalu membuat anak-anak bergembira, antara lain dengan cara:
Ø Menyambut anak dengan baik
Ø Mencium dan mencandai anak
Ø Mengusap kepala mereka
Ø Menggendong dan memangku mereka
Ø Menghidangkan makanan yang baik
Ø Makan bersama mereka
3. Membangun kompetisi sehat dan memberi imbalan kepada pemenangnya
Umumnya
manusia, apalagi anak-anak, suka berlomba. Rasulullah pun suka membuat
anak-anak berlomba, misalnya ketika beliau membariskan Abdullah,
Ubaidillah, dan anak-anak ‘Abbas lainnya, lalu bersabda, “Siapa yang
mampu membalap saya, dia bakal dapat ini dan itu …” Maka mereka pun
berlomba membalap Rasulullah saw sehingga berjatuhan di atas dada dan
punggung beliau. Setelah itu mereka diciumi dan dipegangi oleh beliau.
4. Memberi pujian
Pujian
punya pengaruh penting dalam diri anak, sebab dapat menggerakkan
perasaan dan emosinya sehingga cepat memperbaiki kesalahannya. Mereka
bahkan menunggu-nunggu dan mendambakan pujian.
5. Bercanda dan bersenda gurau
Canda
dan senda gurau akan membantu perkembangan jiwa anak dan melahirkan
potensinya yang terpendam. Rasulullah saw menyerukan, “Barangsiapa punya
anak kecil hendaklah diajak bersenda gurau!” (h.r. Ibnu Asakir)
6. Membangun kepercayaan diri anak
Ini dilakukan dalam bentuk:
Ø Mendukung kekuatan ‘azzam pada anak, misalnya melatih menjaga rahasia dan membiasakan anak berpuasa
Ø Membangun kepercayaan sosial
Ø Membangun kepercayaan ilmiah
Ø Membangun kepercayaan ekonomi dan perdagangan
7. Memanggil dengan panggilan yang baik
Bermacam-macam
cara Rasulullah saw memanggil anak, tujuannya untuk menarik perhatian
dan membuat anak siap mendengar apa yang hendak dipesankan. Panggilan
ini misalnya “nughair” atau si burung pipit, “ghulam” yang berarti anak,
atau “wahai anakku”. Sementara para sahabat memanggil anak-anak dengan
“wahai anak saudaraku”.
8. Memenuhi keinginan anak
Adakalanya
orang tua harus memenuhi permintaan anak. Ini juga merupakan cara
efektif untuk menumbuhkan emosinya dan menambat jiwanya terhadap orang
tua. “Sesungguhnya barangsiapa berusaha menyenangkan hati anak
keturunannya sehingga menjadi senang, Allah akan membuatnya merasa
senang sehingga di akhirat ia benar-benar akan merasa senang.” (h.r.
Ibnu Asakir)
9. Bimbingan terus-menerus
Anak,
sebagaimana manusia lazimnya, sering salah dan lupa. Dibanding semua
makhluk lain, masa anak-anak manusia adalah yang paling panjang. Ini
semua kehendak Allah, agar cukup sebagai waktu untuk mempersiapkan diri
menerima taklif (kewajiban memikul syariat). Orang tua harus secara
telaten membimbing anak pada masa kanak-kanaknya. Ibnu Mas’ud berkata,
“Biasakanlah mereka (anak-anak) dengan kebaikan, karena kebaikan itulah
yang akan menjadi adat (kebiasaannya).”
10. Bertahap dalam pengajaran
Contohnya
pada saat mendidik anak untuk shalat. “Perintahkan anakmu untuk shalat
ketika berusia tujuh tahun dan pukullah mereka (jika enggan shalat)
ketika berumur sepuluh tahun.” (h.r. Abu Dawud)
11. Imbalan dan ancaman
Cara
ini tidak kalah pentingnya dalam membangun jiwa. Rasulullah saw juga
menggunakan cara ini dalam pendidikan. Contohnya untuk membuat anak
berbakti kepada orang tua, beliau menyebutkan besarnya pahala berbakti
kepada orang tua dan besarnya ancaman begi mereka yang durhaka kepada
orang tua.
Catatan Penutup
Pendidikan
anak pada hakikatnya adalah tanggung jawab para orang tua. Oleh karena
itu keterlibatan orang tua dalam mendukung sukses anak menuntut ilmu di
sekolah merupakan kewajiban. Untuk menjadi pendidik yang baik, orang tua
mesti menghiasi dirinya dengan keshalihan. Peran penting orang tua
adalah membangun dan menyempurnakan kepribadian dan akhlak mulia pada
anak. Untuk itu perlu sikap-sikap pendidik seperti sabar, lembut, dan
kasih sayang.
Untuk melengkapi pendidikan anak di sekolah, orang tua mesti membangun jiwa anak sesuai pengarahan Nabi Muhammad saw.